Kamis, 02 Desember 2010

Nafas Jalanan

Oleh Sonia Fitri

Langit tampak gelap. Angin dingin mulai mengusik bulu kuduk. Pasti nanti sore hujan turun lagi. Akhir-akhir ini cuaca memang sedang tak karuan. Ah, tidak juga, bahkan dimana-mana keadaan sedang tak karuan. Seperti tak karuannya hidupku dan jalanan ini. Di salah satu sudut perempatan jalan ini aku menghabiskan waktu sejak pagi, sambil membaca Koran hari ini. Di halaman depan diberitakan mobil mahal milik pejabat tinggi Negara dilempari telur busuk oleh seorang demonstran. Media heboh dan memberitakannya di setiap Koran hari ini. Aku hanya tersenyum sambil terus membaca. Memang berita model seperti ini banyak menarik perhatian.
Ada apa dengan masyarakat kita? Apa mereka sudah kehilangan rasa sopan santun dalam menyuarakan aspirasi dan protes mereka?. Oh mungkin kurang tepat pertanyaan ini. Ada apa dengan pemimpin kita sehingga ada rakyat yang berani melakukan penghinaan seperti ini?, mungkin pertanyaan itu lebih tepat. Pertanyaan yang tak akan kuajukan pada pejabat atau pada siapapun. Bisa jadi kujawab sendiri sambil menertawakan si pejabat malang. Pastinya wibawanya terusik oleh aksi heboh ini. Entahlah, aku tak terlalu paham. Rakyat pantas protes dan menuntut kesejahteraan yang telah dijanjikan para pejabat itu saat ia kampanye. Saat janji yang diminta malah diabaikan, beginilah jadinya. Mungkin aku merupakan salah satu bagian masyarakat yang tidak tahu apa-apa. Saat proses pemilihan ketua daerah tempo hari aku tak banyak ambil pusing. Karena diberi satu kaus partai dan sekilo beras aku memilih calon pemimpin yang gambar fotonya ada warna serupa dengan kaus pamberian mereka
Kubuka halaman selanjutnya. Wah, seorang mafia pajak yang sedang dalam proses pengadilan tertangkap oleh kamera wartawan berada di Bali. Sedang liburan rupanya dia. Padahal dalam pemberitaan, statusnya adalah terdakwa dan seharusnya mendekam di penjara. Enak betul dia, bisa liburan seenak udelnya, nonton pertandingan tenis pula, katanya sih itu olehraga kesukaannya. Mungkin saja rumah tahanan yang selama ini ditempatinya hanya jadi rumah singgah, seenaknya dia bisa keluar dan masuk. Toh dia punya uang, dan uang akan menguasai segalanya. Yang menarik adalah wig (rambut palsu) yang ia kenakan. Lucu, seperti milik Dora, tokoh kartun yang sering ditonton oleh anak saya yang bungsu.
Aku jadi teringat pada si Nacun, pemabuk tetangga rumah kardusku. Sudah empat bulan ini ia mendekap di rumah tahanan. Sebulan lalu istrinya melahirkan dan meski ia menangis dan memohon pada bapak polisi yang terhormat, tetap tak bisa keluar. Masih kuingat matanya yang berair menghadapi situasi ini. Ia tak bisa melihat wajah anak pertamanya, dan ia hanya pasrah karena ia tak punya uang.
Sudahlah, kututup surat kabar hari ini dan mulai memerhatikan sekitar. Tiap hari kusaksikan banyak pergerakan. Kata tetanggaku yang seorang guru, Mobilitas istilah kerennya. Kaum inteletual memang sering berbahasa yang asing dan aneh dan selalu terdengar keren, dan mereka pun merasa keren pastinya. Para kaum intelek memang kerap berkata dengan egois, mentang-mentang sudah belajar di mimbar akademik, mereka seenaknya bicara hal-hal yang tidak kami mengerti. Dan respon kami hanya mengangguk-angguk saja. Gengsi kalau harus bertanya maksudnya apa, sudah miskin, masa mau kelihatan bego juga?
Asap kentut knalpot kendaraan yang tiap hari lalu lalang tanpa permisi menjadi nafas kehidupan buatku. Meski kata kebanyakan orang asap sisa pembakaran itu adalah racun yang berbahaya, tapi tidak bagiku. Ia seakan menjadi pengganti oksigen yang memang sudah langka di jalanan sepadat ini. Mobil, dari mulai yang besar sampai yang kecil, dari yang bagus sampai yang butut saling berkejaran. Ditambah motor berbunyi cempreng yang sulap salip tak mau kalah. Mereka berwarna-warni, membentuk harmonisasi warna yang indah bak penyanyi. Bisingnya jalan adalah musik kehidupan buatku dan teman-teman senasibku.
Sepanjang pinggir jalan, tampak berderet kios-kios yang dijaga oleh para enci dan kokoh berkulit pucat dan bermata sipit. Mereka jelas bukan dari bangsa kami yang katanya berkulit sawo matang. Mereka para cina pendatang yang akhirnya berhasil dalam perantauan di negeri ini. Buktinya, di sepanjang jalan ini saksinya. Dalam posisi strategis, mereka mendagangkan barang-barang kebutuhan hidup dan material yang penting serta produk kesenian Dalam toko grosir mereka.
Lalu dimana para saudaraku, sang tuan rumah. Kenyataannya, posisi merekatak jauh beda denganku. Ada di trotoar mengisi jalan dengan dagangan eceran. Dari mulai yang menggunakan gerobak, sampai yang hanya mendagangkan belas kasihan orang-orang yang lewat. Kulihat kek Jejen terduduk lelah dengan tanggungan sekotak dagangan yang sedari tadi di panggulnya di atas bahunya yang rapuh. Ada rokok serta minuman dingin di dalamnya. Ia juga menggenggam berlapis surat kabar hari ini.
Kek Jen sudah seperti bapak buatku. Ia sudi berbagi secuil makanan sisa tadi pagi denganku dan anak-anak yang kerap mendendangkan lagu jalanan saat lampu merah. Makin hari, gurat keriput di wajahnya makin ketara saja. Kali ini ia menoleh dan tersenyum getir padaku. Rupanya dagangannya masih bertumpuk.
Tak jauh dari tempat kek Jen duduk, Beberapa anak berkumpul sambil tertawa riang. Mereka sama sekali tak menghiraukan kek Jen apalagi aku. Mereka asyik sendiri dengan kesenangan khas anak. Dalam situasi tak karuan seperti ini mereka selalu bisa tersenyum. Aku bangga pada mereka.
Masih kuperhatikan. Kali ini kulihat mata mereka bebinar, begitu pula mata kek Jejen. Rupanya tiang angkuh berlampu tiga warna itu menyalakan warna merah. Artinya kendaraan berhenti dan mereka akan mulai beraksi. Menyodorkan apa yang mereka punya pada pengguna jalan. Dari mulai dagangan eceran sampai sodoran tangan belas kasihan. Lantunan lagu anak jalanan tak mau ketinggalan.
Tik…tik…, pipiku basah. Segera kusadari bahwa hujan lebat akan turun. Dalam hitungan detik saja, rintik hujan itu makin membanyak. Memandikan jalanan dan kendaraan yang lewat. Para pengguna trotoar makin mempercepat langkahnya. Mencari tempat berlindung. Tapi mereka masih bertahan, tak mau menyerah melawan hujan. Masih mengusik para pengguna jalan yang sekarang kelihatan setres.
“Permisi, mau numpang Tanya, kalau jalan Pungkur ke sebelah mana?,” seorang gadis muda membuyarkan pengamatanku. Awalnya aku tak bisa melihat jelas wajahnya karena tertutupi payung warna kelabu. Namun saat kucoba menyelidik, suasana hatiku jadi berubah seperti warna payung sang gadis. Wajahnya mengingatkanku pada si sulung. Anak paling cantik berkulit putih bermuka lonjong. Gadis it uterus kuperhatikan, sambil kuyakinkan diri bahwa dia bukanlah anakku karena ia tak punya tahi lalat di dagu seperti yang anakku punya.
Sudah dua tahun anakku merantau jadi pahlawan Devisa, itu kata orang-orang media. Sejak sebulan kepergiannya, tak pernah ada kabar sampai hari ini. Berbagai pemberitaan media tentang penyiksaan TKI dan TKW selalu membuatku merinding. Apakah anakku jadi salah satu dari mereka? Ah, bahkan aku sangat takut memikirkannya. Aku yakin, pasti ia akan baik-baik saja di negeri kanjeng Rosululloh itu. Doaku menyertaimu nak!
“Maaf,” rupanya si gadis menunggu. Aku tersenyum dan segera menunjukan jalan. Kuceritakan padanya bahwa memang jaraknya agak jauh bila berjalan kaki dari sini. Apalagi hujan tak juga mau reda. Aku terus menatapya yang kali ini tampak berpikir. Oh, tuhan, rinduku pada si sulung rinduku makin menggunung saja. Ingin rasanya aku memeluk dan menciumnya. Tapi tetap aku harus menahan diri. Toh dia bukanlah anakku. Ia hanya seorang gadis berpayung warna kelabu.
Masih banyak yang harus kupikirkan. Masih ada tiga tanggungan nyawa yang harus kutopang seorang diri. Mereka masih sekolah untuk bekal hidup mereka saat kelak aku tiada. Hanya hujan doa yang bisa kutitipkan pada Tuhan untuk si sulung, dan aku masih harus tetap menjalani hidup bersama jalanan yang tak pernah berhenti dari kesibukannya.
“Ibu, tolong antarkan saya ke sana saja, berapa ongkos becaknya?,” si gadis bertanya lagi.
“lima ribu,” jawabku singkat seraya mempersilakan penumpang pertamaku hari ini duduk, dan aku segera naik kebelakang, siap untuk mengayuh.

Minggu, 21 November 2010

kenapa kau titipkan pena itu padaku?

oleh : ane"neu"

baru kali ini aku bertemu dengan pemuda seperti dia, dia berbeda dengan kebanyakan orang. Sebenarnya tidak ada yg terlihat istimewa dari nya. Tapi dimataku karakternya begitu kuat.

Beranalogi...

Diat titipkan pena yg cantik untuku..dia bilang "aku titip pena ini, dan jaga baik2"
aku hanya mengangguk dan dia pun berlalu. Pena nya berwarna merah marun berdiameter kurang lebih 1cm. Dan di tubuhnya tertulis kata "ordinary". Ku pandangi pena itu dari ujung hingga ujung. Hmm..pena yg unik. Lalu aku rangkai tintanya menjadi beberapa kalimat di atas secarik kertas. Pena nya sungguh enak dipakai. Tapi tiba2 aku teringat pesan darinya untuk menjaga pena itu. Lalu kusimpan baik2 pena itu. Kumasukan ke dalam kotak penaku. Aku merenung, seandainya pena itu bisa kumiliki. Aku sangat menyukainya.
Hari demi hari berlalu. Pena miliknya masih ada dalam kotak pena ku. Aku cari dia, dan aku melihatnya sedang duduk memeluk kaki sambil menaruh dagu diatas lututnya. Aku pun menghampirinya, "hei..pena mu masih ada padaku!" dia mengangkat sedikit kepalanya dan tersenyum memandangku yg berdiri di sampingnya. "simpanlah pena itu" sahutnya. "aku sudah menyimpan'nya, kenapa kamu belum jg mengambilnya?" tanyaku. Ia pun kembali ke posisi semula. Dan berkata.. "pena itu penting bagiku" ia menjawab dengan tatapan kosong. "kalau pena itu penting bagimu kenapa kau titipkan padaku? Aku takut kalau aku tak sengaja menghilangkanny". Ia kembali mengangkat kepalanya, "tak apa, kalau pun hilang itu sudah takdir Tuhan" lagi2 ia tersenyum. Aku sungguh tak mengerti. Apa yg dia mau. Aku mulai kesal. Dan aku pun beranjak meninggalkanny. Dalam langkah yg lamban, aku masih bertanya tanya..dan tiba2 ia memanggilku, "hei..." Aku pun menoleh, dia berdiri dan berbalik menghampiriku. "pakailah pena itu, jangan biarkan ia tidur dalam kotak penamu, gunakanlah dan jaga dengan baik" kali ini dia terlihat khawatir. Belum sempat aku ungkapkan pertanyaan lagi, kini giliran dia yg meninggalkanku dengan beribu ribu pertanyaan...

ngobrol2 di kampus

oleh : ane"neu"

beberapa jam yg lalu saya dan seorang sahabat duduk di bawah pohon rindang di kampus hijau, sesekali kami menyapa beberapa orang yg kami kenal dan kebetulan lewat di dpn kami.

Sebelumnya..beberapa menit yg lalu kami berdiskusi ringan. Hanya mengobrol sambil menunggu suara adzan. Ngabuburit.

"ne, kita tuh gak boleh menarik diri dari orang lain, ibaratkan rekening...dengan banyak kita mengenal orang, kita itung2 nabung"
kata sahabat saya

"duh ane mah sok kitu eum (duh ane suka kayak gitu (menarik diri dari orang lain)) gmana atuh cara ngerubahnya?"

"iaa, makanya kita harus punya banyak temen biar tabungan kita jg bnyak, jgn sampai teman kita kehilangan kepercayaan sama kita, itu sama aja kita ngambil uang kita d tabungan."

saya berpikir...

Selama ini saya terlalu menutup diri, jutek dan cuek sama orang. Mana bisa punya temen bnyk? Hmm...tiap hari bukanny nabung malah ngambil tabungan mulu.
Saya ambil kesimpulan,
Dengan kita punya bnyk temen, maka akan bnyk kepercayaan yg kita dapatkan.
Kepercayaan itu akan membawa kita pada kesuksesan.

"berarti temen kita bsa jd motivator jg kan?"
saya tanya lagi

"enggak jg"
katanya

"kenapa?"

"motivator terbaik itu iaa diri kita sendiri ne"

"hmm..."

saya ambil kesimpulan lagi.
Jgn terlalu berharap juga sama orang lain toh kepercayaan yg mereka berikan bkan segalanya.
Keyakinan dalam diri juga akan menjadi motivator kita untuk sukses.

Mulai benahi diri. Perbanyak teman dan jadilah motivator bgi diri sendiri.

Usik Sang Hujan

oleh : ane"neu"

Jalanan masih basah. Awan dilangit pun terlukis d air yg menggenang bekas hujan tadi sore. Teringat tadi saat hujan masih ramai bernyanyi. Tetesannya menimpa bunga2 kuning yg jatuh dari pohonnya. Warna bebatuan pun menjadi menua karenanya. Hanya saja derasnya mengusikku. Dan aku pun terasing. Muncul rasa takut dan cemas yg amat. Lalu seperti ada lantunan lagu sedih yg bertaut padaku. Sungguh tak kuasa ku mengalfakannya. Diselanya ku menghambakan diriku. Begitu jauh ku tempatkan diri. Kuabaikan semua cahaya itu.aku tak ingin seperti ini. Dan saat hujan sudah mereda seperti ini. Aku ingin menjadi aku yg bukan aku yg seperti itu.

yes ter(paling) dei, kemarin adalah hari sebelum hari ini

oleh : ane"neu"

Pagi ini terasa lelah, tadi malam baru saja menyelesaikan tugas-tugas yang beberapa hari ini membuat saya agak rieut. Tepat pukul 8 lebih 4 jam 25 menit saya baru bisa tak sadarkan diri dan masuk alam mimpi (kurang lebih). Udah biasa lah, tiap hari gak bisa nih diajak tidur di bawah jam 11 malam. Insomnia apalah itu namanya. Tadinya pengen saya periksakan ke dokter tapi apalah daya, jangan kan memeriksakan diri ke dokter, mendengar nama dokter aja udah ginggiapeun.

Beberapa hari yang lalu, Tyh menandai saya dalam note nya, sumpah, saya tak bisa menahan tawa membacanya. Singkatnya Tyh curhat soal pengalamannya pergi ke dokter. Di dalam cerita Tyh, itu dokter lucu banget. Sampai-sampai terlintas di pikiran saya, saya mau deh ke dokter kalo dokternya kayak yang diceritain Tyh mah. Eta dokter seru oge tyh…haha

Tiba-tiba teringat saat itu…..
Mei,inget gak? Kita pergi ke dokter mata untuk memeriksakan mata (naun deui coba)saat itu kami ingin masuk universitas dambaan kami sedari masuk sma, UNPAD. Saat itu kami memilih jurusan kimia di pilihan pertama, dan ilmu pemerintahan di pilihan kedua (kalo gak salah). Karena kimia merupakan jurusan yang berbasis IPA dalam persyaratannya kami harus punya mata yang normal (tidak buta warna) sehinnga kami pun harus memeriksakan mata kami ke dokter.
Malam-malam kami menentukan tempat untuk bertemu, tepatnya di depan tempat praktek dokter tersebut. Sumpah, jantung saya berdegup kencang dag dig dug dag dig dug, gak karuan. Kebetulan saat itu saya datang lebih dulu. Hah! Terus saja mondar mandir gak mau diem.

………………………………………………………………………………

Saya dan Mei pun selesai diperiksa, itu dokter seperti yang saya bayangkan, serem sangat. Pak dokter, asal tahu saja cara bicara anda membuat saya sakit perut. Setelah disuruh memakai macam alat yang saya gak tau namanya untuk mengetes mata saya ini, akhirnya diputuskan saya dan Mei punya mata yang normal. Syukurlah….

Tapi bisa dibilang percuma gak ya Mei? toh kita gak lolos jurusan kimia. Walau begitu kami hampir saja menjadi mahasiswa UNPAD jurusan ilmu pemeritahan. Namun kenapa ini? Tiba-tiba hal yang tidak diinginkan terjadi dan kamu pasti ingat Mei. Saat-saat terbaik dengan sampul terburuk bagi saya saat itu. Tapi udah lah udah lewat. Saya cuma mau mengenang pak dokter yang agak serem itu haha…..
Hei Mei masih ingat gak sama Bara? Karakter yang kita ciptakan karena tanggal 17 agustus itu? Atau mimpi-mimpi kita duet buat novel? Inget gak? Mungkin mimpi kita masih sama Mei, tapi udah gak beringinan karena waktu yang cepat berlalu.

…………………………………………………………………….

Saya jadi ingin mengenang masa-masa indah bersama kalian semua…hai kalian masih ingat tidak???

Dan, Nde,masih ingat tidak 14 tahun nyang lalu saat kita main belanja-belanjaan di pekarangan rumah Nde, yang mungkin sekarang udah gak ada lagi.atau ingat gak waktu kita janjian untuk lari pagi setiap hari minggu, itu pun kalau Dania liburan di rumah Bu Uri. ada lagi, dulu kita pernah musuhan gara-gara apa ya lupa lagi tapi akhirnya kita baikkan juga, kita acungkan jari kelinking kita dan kita kaitkan sebagai tanda damai..hehe...apalagi iaa? tolong ingatkan lagi kejadian indah lainnya iaa........

Ash, Elsa, masih ingat kah kalian dengan AYE? Ash, Yane, Elsa? Masa-masa SD yang penuh canda tawa. Tak pernah merasa sedih, dan tak ada tanggung jawab yang harus dipertanggugjawabkan. Saya dan kalian, anak-anak SD yang selalu bersama. Merah rok kita, merah juga semangat kita saat itu. Main lompat tali saat istirahat,  jajan di kantin, main-main di rumah Ash.
Sudah lama sekali ya masa itu. Adakah masa-masa indah yang saya lupa? Tolong ingatkan iaa..

Fani, Anita, kalian adalah kisah yang istimewa. Ingat saat kita jalan-jalan ke sebuah bukit? Bukit apa itu? Saya lupa. Ingat juga tidak saat perjalanan melewati sebuah sungai saat kita tersesat? Oiya saat itu juga ada Reni,Taufik, Didin, dan Fajar juga. Kita adalah anak-anak SMP yang sedikit jarambah hehe… Kalian bukan hanya sahabat, kalian adalah penyemangat, dan penasihat yang handal. Saat saya terpuruk kalian lah yang ada di samping  saya.

Kita juga pernah dihukum gara-gara gak ikut kuliah dhuha saat itu. Apalagi ya? Oiya ada lagi, ingat tidak waktu kita selesai belajar silat di rumah Yushal? Ada Tendi juga kan? Saat itu saya menabrak pagar rumah orang gara-gara naik motor punya Fani, padahal saya sama sekali gak bisa mengendarai motor.  Tendi dan Yushal malah tertawa melihat saya. Tau gak saya sempet diurut dan rasanya sakit sekali. Saat keesokan harinya masuk sekolah saya tidak bisa menulis gara-gara tangan saya sakit.

Dan tanpa saya minta, Anita, kamu langsung mengambil buku dan pulpen milik saya. Kamu menuliskan semua yang guru terangkan di buku saya. Dan saya hanya terdiam melihatmu begitu. Tak ada kata yang bisa sata ungkapkan. Fani, kamu ingat tidak? Saat saya mau menjemput adek dari sekolah kamu tak mau melihat saya lelah. Dan kamu menjemput saya dengan sepeda motormu yang pernah saya benturkan ke pagar rumah milik orang itu. Kau relakan waktumu untuk mengantar saya menjemputnya. Ingatkan saya masa-masa lain yang tak sempat saya ingat sekarang, apalagi iaa??

Yen, Icus, Wini, Mei, inget gak sama pandawa lima? Kesedihan dan canda tawa kita bagi selama hampir  tiga tahun, meski kadang kesedihan itu terlebih dominan karena beberapa  masalah dari luar. Tapi kita tetap utuh dan tak terpecah , tak pernah kita pedulikan omongan orang  yang membuat kita tersisih atau tak terlihat. Sungguh persahabatan anak SMA yang luar biasa, kita saling meguatkan satu sama lain.
Ingat tidak saat sepulang sekolah kita sempatkan nonton dvd di rumah saya, dvd horror, drama, dan komedi, kita ngejerit sama-sama, nangis sama-sama, tertawa sama-sama. Sampai-sampai kasur saya ngaborobot. Ingat kan? Ngebaso bareng juga. Baso nya Mas Bruk, oiya saat itu ada Tanti juga.

Tolong juga ingatkan lagi masa-masa indah yang saya lupa sekarang…

Wah,,, ternyata saya dulu anak yang bandel iaa? Sekarang gimana iaa? Saya rasa saya lebih baik. Bukan mau narsis, tapi ini semua karena pengalaman dan pelajaran hidup berharga yang saya alami bersama kalian semua. Kalian semua lah penyebabnya..hehe

Saya punya kalian sekarang, Tyh, Nia, Ami, Opi, Umi, Uwa, Ani dan juga ada Abi, Ade, juga Nini. Tak hanya sampai disitu saya juga punya Syifa, Uyuy dan Imi. Kini hari-hari saya lewati bersama kalian.  Kalian tahu betapa merasa berharga nya saya ada diantara kalian. Entah bagaimana dengan kalian. Saya harap walaupun baru setahun kurang lebih kita bersama. Kalian rasakan apa yang saya rasakan saat ini.

Tyh,Nia, Ami, Opi, Umi, ingat kan masa-masa indah waktu pertama kali mengenal jurnalistik? Sungguh masih teringat dikepala. Dan akan sangat panjang bila saya ceritakan disini. Saya singkat saja, makan baso bareng di rumah umi, nengok Opi waktu sakit, masuk SUAKA, jajan di kopma, jailin orang lewat, maen ke rumah  belajar anak jalanan,beredar di kampus (kayak strikaan),  STRIKAM ( srtrikaan kampus) terlintas di pkiran saya bila ingat kegiatan kita itu. Dan tolong ingatkan saya akan masa-masa indah lainnya..apalagi?

Syifa, Imi, Uyuy, kalian pasti masih ingat masa-masa indah kita. Banyak kan? Beli makan bareng selepas shalat magrib, nonton tv bareng, nonton dvd bareng, makan saat mati lampu bareng, curhat-curhatan bareng, kang kabayan, ci mamang, apalagi, tolong juga ingatkan saya….masih banyak kan??

Sekarang mungkin saya masih banyak mengingat hal-hal yang  indah bersama kalian. Tolong iaa suatu saat nanti jika waktu kembali menjadi penghalang kita kalian selalu ingatkan saya tentang masa-masa indah yang masih akan kita lalui ke depannya.

Meski saya tak mau itu terjadi tapi sudah seperti itu adanya. Hari-hari sebelum hari ini akan menjadi hari kemarin yang mungkin akan terlupa, meski tak ingin.

Dan untuk  teman-teman yang membaca note saya , tapi saya lupa menuliskannya disini, tolong ingatkan saya jika ada hal-hal indah yang kalian alami, tentunya ada saya di dalamnya…..

Maka rasa terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan untuk Allah Swt yang telah mempertemukan kami dan membuat kisah-kisah yang indah diantara kami, dan terimakasih juga untuk kalian yang sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya….

Ketidaksesuaian, Mereka yg Istimewa, dan Kau yg menuliskannya..

Sebuah rencana memang tak jua selalu dpt terlaksana. Terkadang sesuatu yg kita sudah persiapkan tak senada dgn kenyataan. Niat mengerjakan sesuatu yg memang sudah menjdi kewajiban pun tak luput dari pengabaian yg tak disengaja. Kadang perasaan sesal menyelinap hadir, saat menyadari akan ketidakmaksimalan diri dalam melakukan sesuatu. Namun, Orang2 terdekatlah yg selalu jd penyemangat dan pemberi solusi terbaik disaat pikiran terbelenggu dgn aksen aksen kebuntuan. Merasa diperhatikan dan bisa menjalani ketidaksesuaian ini berkat mereka. Kata2 yg tak kluar langsung dari mulut mereka, dan hanya bisa terbaca d layar handphone melalui pesan singkat atau layar monitor saat menggunakan aplikasi jejaring sosial mampu menyemangati diri saat keadaan yg dialami tak sejalan dgn segala hal yg telah dibayangkan sebelumnya. Apalagi jika perhatian itu dirasakan secara langsung, sungguh, merupakan sebuah kekuatan yg luar biasa. Itu semua merupakan doa yg sangat istimewa. Meski rasa khawatir sulit untuk dihindari, mereka tak selamanya bisa kita bebani dgan permasalahan kita, kita pun hrs memahami mereka. Meskipun tak ada rasa demikian di dalam diri mereka.

Kini, disaat diri membaik, maka sikap terbaik adalah meyakini semuanya akan kembali seperti semula. Buat saya, meyakini diri sendiri lbh sulit dilakukan dibandingkan meyakinkan orang lain. Saat memberikan semangat dan keyakinan kepada org lain, maka rasa yg ada adalah rasa lega, berbeda saat harus meyakini diri sendiri, begitu sulit dan terkadang merasa hal itu mustahil, meskipun tak ada yg tak mungkin d dunia ini

maka, rencana apapun itu tak ada yg bisa menentukan kecuali Allah SWT yg maha penuh kasih. Semua yg tertulis akan kita jalani meski akan ada kesulitan yg akan dihadapi, dan Allah akan mengirim orang orang terpilih untuk menjadi mediator tercanggih untuk kita, menjadi bagian dari hidup kita, berbahagialah kita mempunyai orang2 yg mencintai dan menyayangi kita. Berdoalah agar setiap yg kita hadapi selalu bersama mereka, bukan hanya kesulitan tp indahnya senyuman di setiap hari kita...^^

Kamis, 11 November 2010

eh barudak steak come, kamarana atuh ieu teh? tulisan geura di posting secepatnya....

Rabu, 03 November 2010

Ada Kejanggalan Disini

Oleh: Ratih Rianti

Ada yang berbeda ketika ku berkunjung ke dokter yang satu ini. Bukan karena dokternya yang baru ku kenal Dr. Lanting -Lan Cheh Chiauw- karena ku yakin sekali, itu dokter orang atau keturunan China. Dilihat dari namanya semua orang pasti beranggapan begitu.

Dan bukan juga karena tempatnya berada di tempat yang berbeda dari tempat ku berkunjung  ke dokter-dokter sebelumnya, mengapa kunjungan kali ini ku bilang aneh.

Disini ku melihat bangunan yang tampak dari luar seperti gudang penyimpanan barang terselubung, tidak seperti tempat praktek dokter. Papan nama yang tersadang pun tak begitu mencolok.

Namun karena terpampang izin praktek dari dinas kesehatan, ku tak begitu jauh berpikir tempat apa sebenarnya yang ku kunjungi itu, selain tempat dokter memeriksa pasiennya. Itu saja yang kupikirkan.

Motor terpakir dideretan motor dan mobil orang yang mungkin juga akan memeriksakan diri ke dokter Lin -panggilan para pasiennya-.

Di tempat parkir tenyata bukan hanya ada motor dan mobil yang terpakir. Namun penjual makanan untuk sarapan seperti bubur, kupat tahu juga tersedia. Sekilas ketika ku datang seperti pasar kaget karena dikerumuni oleh banyak orang.

Sebenarnya tuh orang-orang mau diperiksa sama dokter atau hanya membeli makanan itu saja sih? Aku jadi heran.

Sebelum ku terpeleset dalam keterherananku itu, langsunglah ku melangkahkan kaki menuju tempat yang kupikir itu adalah ruang tunggu.

Masuklah aku. Kemudian mataku berkeliaran kesana-kemari. Satu persatu ku tengok orang-orang yang sedang terduduk rapi di kursi tunggu. Tapi bukan untuk itu mataku berkeliaran, sebenarnya ku mencari meja yang diatasnya tertulis “Pendaftaran”.

Memangnya ketika hendak memeriksakan diri ke dokter, perlu daftar?

Ya begitulah biasanya jika ku berkunjung ke dokter. Sekedar untuk ditanya nama, umur, alamat. Setelah itu mendapatkan kartu pegangan yang tertera nama kita dan nomor antrian. Kemudian suster akan memanggil nama kita untuk segera menemui dokter di dalam ruang pemerikssaan.

Tapi tidak ditempat ini. Tak ada tempat pendaftaran yang tersedia. Tak ada juga nomor antrian. Lalu setelah bertanya ke bapa yang ungkapnya hanya mengantar istrinya, mengatakan bahwa disini kita harus bertanya pada siapa yang datang terakhir untuk mengetahui setelah siapa kita bisa masuk ke ruang dokter.

Oh ribet juga ternyata. Ku harus bertanya pada setiap orang, siapa yang datang paling terakhir sebelumku.

Ku menggunakan ingatan saja. Seingatku. Aku datang setelah si ibu berbaju ijo. Ya sudah, berarti yang menjadi patokanku adalah si ibu berbaju ijo.

Ku berdiri cukup lama. Ku langsung berbicara pada diriku sendiri. Ternyata tanpa nomor antrian pun orang-orang telah mengerti siapa yang harus masuk duluan dan siapa yang harus terlebih dahulu menunggu.

Ohh indah sekali sepertinya Negara ini, jika warganya tidak saling berebut untuk mendapatkan sesuatu. Tidak mementingkan ego. Sesibuk apapun orang itu. Begitulah yang ku lihat diruangan yang ku tak tau berukuran berapa kali berapa itu. Ku sedikit tersenyum melihatnya.

Kira-kira lima atau tujuh orang secara bergantian telah selesai diperiksa, akhirnya ku menemukan tempat duduk kosong juga. Dari tadi ku berdiri. Karena banyak sekali lansia yang tak mendapatkan tempat duduk. Jadi ku biarkan mereka terlebih dahulu duduk.

Awalnya aku kaget. Ini dokter, pasiennya ko lansia semua. Apakah ini khusus para lansia? Kebingungan tadi di luar ternyata berlanjut ketika ku menyadari itu semua.

Beberapa menit kemudian seorang ibu yang sejak tadi duduk, menanyakan gilirannya kepada pria muda -akhirnya ku menemukan yang muda juga.hhe- yang duduk disebelah kananku. Dari situ terjadilah perang omongan. Nah loh ko malah jadi gini. Daritadi baik-baik saja, ko sekarang jadi riweh.

Pria muda itu bermaksud untuk menukar antriannya demi nenek yang duduk disebelah kiriku. Namun suami dari si ibu yang bertanya pada si pria itu tak menerima kalo si nenek lebih didahulukan. Akhirnya terlontar dari mulut pria itu, “Da nu taradi diuk didieu mah balalager”. akhirnya si nenek pun mengalah.

Kemudian setelah orang-orang yang berselisih tadi sudah pada pulang. Terjadi lagi perdebatan yang tak ingin ku dengarkan sebenarnya. Tapi apalah daya, suara-suara itu menghinggapi tepat dikedua telingaku.

Kini ternyata melibatkanku. Orang-orang yang mengklaim bahwa dirinya ada di deretan setelahku, beradu argumen. Beuh aku pusing sekali mendengarnya.  Kenapa mereka harus begitu sih? Aku juga yang daritadi ternyata telah terlewat tiga pasien tak begitu mempedulikannya.

Akhirnya sampai juga ku masuk ke ruangan dokter itu. Ada yang membukakan pintu. Dari luar tak terlihat siapa yang membukakan. Setelah di dalam, ternyata dokter yang akan memeriksaku yang membukakan pintu. Benar sekali ternyata dokter Lin adalah orang China.

Tapi? Susternya mana? Ternyata dari pukul enam sampe sepuluh siang ini, dokter Lin bekerja hanya sendiri tanpa didampingi suster.

Ga capek emang pak? Mana entar sore buka praktek lagi. Udah gitu ternyata umurnya udah tujuh puluh tujuh tahun, tak jauh sama umur yang lagi baca he.

“Kunaon?” tanya dokter Lin dengan tergesa-gesa.
“Aratel dok”. Jawabku singkat
“Nya ubaran atuh”.

Weiz kaget dong dengan perkataan si dokter. Tapi ku menanggapinya dengan senyuman.

“Sok nangkuban,” setelah si dokter melihat gejala yang terjadi padaku.
“Bade di kumaha dok?”
“Disuntik!”

Apahhhhh? Ku tak mengira bakalan disuntik. Sudah berapa tahun lamanya ku tak disuntik. Tapi bukan itu yang membuatku terkejut. Ku terkejut dengan cara tergesa-gesanya si dokter membawa jarum suntik. Terkesan cairan yang ada disuntikan itu akan langsung dimasukan ke dalam pembuluh darahku secara anarkis. Ya Allah. Bismillahirrohmanirrohim.

“ceeeeeeeeeesss”.

Ku tak bisa berkata-kata. Langsung si pak dokter bertanya, “Geus boga salaki?”
“Acan pak, da kuliah keneh”.
“Geus boga kabogoh?” haha speechless euy. Ku hanya tersenyum. Duh mending di suntik daripada ditanya masalah eta mah.
“Sabara taun deui kuliahna?”
“Karek oge sataun pak”.
“Lila keneh geuning”.
“Neangan salaki teh nu bageur tur bener nyak”.

Waduh ie dokter ataw psikiater sih? Haha.

Segitu sajah cerita dari sayah. Dan segitu saja ku mengakhiri keanehan yang ku alami. Kangge ka pa dokter. Tunggu aku Sembilan hari lagi pak. Dan ku harus mempersiapkan mental agar tak terlibat dalam perselisihan yang tadi terjadi padaku seperti hari ini.

#tertanggal tujuhbelasseptemberduarebusapuluh dinten jumaah. Ditulis setelah pulang dari dokter Lin jam 11.20